PENDIDIKAN POLITIK UNTUK PARA KIAI
PENDIDIKAN POLITIK UNTUK PARA KIAI
Berbagai pengajian yang dilakukan Kiai Wahab dan Kiai Hasyim
Asy'ari apapun kitabnya, apapun forumnya, selalu mengingatkan
perlunya mengaji politik, yaitu perjuangan menerapkan ASWAJA
(Ahlus Sunnah Wal Jama'ah) dalam kehidupan sosial politik
Indonesia. Dalam menghadapi Belanda sekitar 1946-1948, beliau
juga menjelaskan bagaimana perilaku Belanda dan berbagai
taktik strateginya. Untuk menghadapinya, Kiai Wahab memiliki perintah aneh
yaitu mengharuskan para kiai dan santri untuk membaca wirid di siang hari
bolong dengan memanjat rumpun bambu.
Pada tahun 1947, terjadi perpecahan dalam pasukan Hizbullah, sehingga
terbelah menjadi dua, yaitu satu Hizbullah yang Pro TNI dan kelompok
Hizbullah yang Pro Darul Islam (DI) yang dipimpin Kartosuwiryo. Sebagai
pimpinan Hizbullah, para kiai NU berusaha menengahi perpecahan itu untuk
memperkuat Indonesia dalam menghadapi penjajah. Karena sulit disatukan,
akhirnya DI (Darul lslam) dihancurkan tentara pemerintah karena memberon
tak melawan pemerintah yang sah. Sebenarnya perpecahan dalam Hizbullah
itu terjadi antara kelompok dalam Masyumi yang beraliran NU dan Masyumi
yang beraliran Modernis. Kelompok modernis lebih bersimpati pada Dl,
sementara kelompok NU setia kepada NKRI. Di antara sisa DI (Darul Islam) di
Jombang ini adalah Abu Bakar Ba'asyir yang ingin menghilangkan NU dan
NKRI dan berusaha menggantinya dengan Negara Khilafah Islamiyah.
Dalam hal politik, sebenarnya Kiai Bisri tidak jauh berbeda dengan Kiai
Wahab Chasbullah. Walaupun Kiai Wahab menjadi Rais Aam PBNU, tetapi
masih menyempatkan waktu di Jombang. Sehingga masih bisa mengisi
berbagai pengajian di pesantren maupun di masyarakat. Justru kesempatan
seperti itu digunakan oleh Kiai Wahab untuk memberikan penyadaran politik
kepada para kiai di daerah, agar tidak buta politik dan gampang ditipu oleh
lawan. Apalagi sejak dulu segala macam lawan politiknya sudah bermain di
tingkat bawah.
Untuk menggerakkan roda organisasi dan untukmelaksanakan perjuangan,
para pengurus NU sangat tergantung pada peran para dermawan di Jombang
termasuk salah satunya H. Yunus, dermawan dari Brangkal Perak, sebuah desa
di lembah sungai Brantas yang banyak para aghniya (orang-orang kaya) dan
dermawan, sehingga banyak memberikan sumbangan dalam mendirikan
pesantren, masjid dan berbagai kegiatan NU. Kiai Wahab dan Kiai Hasyim Asy'ari serta Kiai Ramli dalam menghadapi masalah keuangan selalu mengandalkan
bantuan orang Brangkal yang terkenal kaya dan dermawan.
Selain menggerakkan para aghniya, Kiai Wahab sering memberikan ijazah
kepada para santri dan aktivis NU baik untuk kepentingan sosial, dakwah
maupun politik. Suatu ketika, Kiai Wahab memberikan ijazah pada para
santrinya untuk meredakan hujan. Mereka disuruh membaca surat at Taubah,
sementara untuk menghadapi persoalan politik Kiai Wahab mengijazahi
"Shummum bukmun umyun fahum la... la.. la... la... yarji'un" dengan berputar
ke semua penjuru. Ini semua yang menjadikan PKI sangat ketakutan pada
NU. Ketika G-30-S/PKI meletus, banyak tokoh PKI yang digerebek massa dan
Banser.
Dalam menggerakkan itu ditemukan ternyata banyakanggota TNI yang ikut
PKI, tetapi banyak yang diselamatkan para kiai karena mereka telah bertaubat,
dan ikut PKI karena tidak mengerti dan hanya ikut-ikutan saja. Sementara
yang benar-benar PKI terutama para propagandis dan pimpinannya dibiarkan
diadili oleh massa atau mereka dibiarkan pergi menghilang.
Para kiai dan santri NU saat itu sangat sigap menghadapi situasi yang ada
karena langsung di bawah bimbingan Kiai besar seperti Kiai Wahab dan Kiai
Bishri, sehingga seberat apapun tantangan bisa dihadapi dengan penuh
percaya diri dan penuh keberanian sehingga NU bisa menang.0
KH Munim DZ. Sumber: Fragmen Sejarah NU Menyambung Akar Budaya Nusantara.
Post a Comment for "PENDIDIKAN POLITIK UNTUK PARA KIAI"
Post a Comment