SUWUK KIAI YAHYA TAMBAKBERAS
SUWUK KIAI YAHYA
Kiai Yahya merupakan salah satu pengasuh Pondok Pesantren
Bahrul Ulum pada era 80-an sampai dengan 90-an. Beliau
adalah putra ketiga dari pasangan KH. Abd. Hamid Chasbullah
an Nyai Raden Khadijah. Di antara kebiasaan Kiai Yahya adalah
istiqamahnya mengimami shalat jemaah di Masjid Jami' Bahrul
Ulum bergantian dengan kiai-kiai lainnya. Beliau juga rutin
mengkaji beberapa kitab kecil untuk santri santri tingkat Tsanawiyah atau
Aliyah awal, seperti Fathul Qarib, Fashalatan, dan sebagainya.
Pada saat bulan Ramadlan, beliau juga rutin mengaji kitab suci Al Quran
untuk membenahi bacaan-bacaan para santri. Penulis termasuk salah satu
santri sekaligus keponakan beliau yang beruntung
pernah mendapat bimbingan langsung dari beliau.
kebiasaan lainnya adalah sering menerima tamu
tidak di ndalemnya, tapi di gubuk yang terletak di
tengah kebun salak di belakang MMA sekarang
Di gubuk yang tenang dan sederhana itu juga
ada kitab-kitab kuning dan peralatan keperluan
shalat seperti sajadah dan kendi untuk air wudhu.
Juga tak ketinggalan papan catur untuk sekedar
menjamu tamu-tamu dan temannya.
Selain itu, beliau juga terkenal kejadugannya.
lImu tersebut beliau peroleh dari Banten saat
KH. Yahya Abdul Hamid
beliau mondok di pesantren Buntet dengan Gus
Ghozi Wahib, Kiai Aziz Mansur Paculgowang, dan
Gus Maksum Jauhari Lirboyo. Pada saat masih muda, Kiai Yahya terkenal
sebagai penjagal PKI yang pemberani dan ditakuti. Sepak terjangnya dalam
rangka membasmi PKI bersama Gus Maksum dan kiai-kiai lainnya bukan hanya
di daerah Jombang, bahkan sampai Kertosono, Nganjuk, Kediri, dan Madiun.
Mungkin karena track-record itulah menjadikan beliau banyak didatangi tamu
untuk sekedar minta doa suwuk.
Penulis termasuk salah satu yang pernah mengalami sendiri sentuhan
keampuhan suwuk beliau. Saat itu sekitar tahun 1987-an, penulis masih
berumur sekitar 10 tahun, bermain saat sore hari bersama teman-teman
sebaya. Karena merasa senang dengan bau harum kapur barus, maka oleh
penulis kapur barus itu dihirup dalam-dalam. Tiba-tiba biji kapur barus tersebut tersedot masuk ke dalam hidung sampai penulis menangis kesakitan
dan tidak bisa bernafas. Paniklah ibu penulis waktu itu. Tidak ada pilihan lain
akhirnya Gus Fadh sebagai yang tertua di keluarga penulis disuruh mencari
dokter oleh lbu saya. Saat Gus Fadh dengan tergopoh-gopoh panik melewati
depan masjid dan bertemu Kiai Yahya, lalu ditanya, Fadh, onok opo kok gupuh
mlayu-mlayu..?" (Fadh, ada kamu tergopoh-gopoh berlari),. Dengan cepat
Gus Fadh menjawab, "Diutus ibuk nimbali dokter Pak Lek. Niku.... Shifak irunge
kelebon kapur barus nangis mboten saget ambekan. (Disuruh ibu ke dokter
Shitak hidungnya kemasukan kapur barus, menangis karena sulit bernafas)
Kiai Yahya langsung menjawab, "Gakusah nang dokter, kene tak suwuke.
" (Tidak
Usah ke dokter. Nanti saya doakan).
Setelah itu Gus Fadh dan Kiai Yahya bergegas ke rumah ibu. Di atas dipan
ruang tamu di depan Kiai Yahya memegang kepala penulis sambil merapal
doa, tiba-tiba salah satu lobang hidung penulis ditiup dengan keras.. fuhhh.
fuhhh.fuhh..." Atas izin Allah, biji kapur barus tersebut langsung keluar dengan
kencang kurang lebih terlempar dua meter. "Alhamdulillah.. begitu lega
semuanya berucap bersama sama terutama ibu.
Kisah lain, diceritakan oleh putri beliau, Neng Ima yang berasal dari
penuturan Nyai Hafsoh istri Kiai Yahya. Saat itu Neng Ima yang berumur 8
tahun melihat ada seorang perempuan berkerudung dengan berkacamata
berbincang dengan Kiai Yahya. Wanita tersebut ternyata adalah Bu Nyai
Sholihah (bunya Gus Dur) yang datang ke Kiai Yahya untuk dstikharahkan
atas pencalonan Gus Dur di Muktamar NU Situbondo.
Akhirnya dalam pelaksanaan muktamar NU di Situbondo atas izin Allah, Gus
Dur terpilih sebagai Ketua Tanfidziyah NU berduet dengan Kiai Achmad Siddiq
sebagai Rois 'Amnya. Selang beberapa waktu, kemudian Gus Dur berkunjung
ke Kiai Yahya dan jagongan dengan akrabnya di atas amben.
Suatu sore setelah sekian puluh tahun semenjak kunjungan Gus Dur ke
Kiai Yahya, tiba-tiba ada telepon berdering ke Gus Fadh setelah beberapa hari
sebelumnya Gus Fadh berkunjung ke kantor PBNU Jakarta. Isi pembicaraan
tersebut di antaranya Gus Fadh diminta menyodorkan salah satu putra Kia
Yahya untuk disekolahkan beasiswa S2 oleh Gus Dur.
Akhirnya Gus Fadh menanyakan pada Neng Ima sebagai anak pertama Ka
Yahya tentang tawaran itu, maka disambutlah dengan senang hati tawardi
Fadh.
tersebut. Kemudian diproses segala sesuatunya dengan perantara Gus Fao
Neng Ima pun kuliah UGM dengan beasiswa penuh dari Gus Dur. Wallanu
a'lam bisshawab.0
Penulis Gus HM. Syifa' Malik dengan sumber dari Gus Fadh dan Neng Ima Yahya.
Mozaik Masyayikh Tambakberas
Post a Comment for "SUWUK KIAI YAHYA TAMBAKBERAS"
Post a Comment